Sebagai penduduk asli Kota Balikpapan (lahir dan besar di Balikpapan), hati saya tergores melihat rekan-rekan saya yang dengan santainya membuang bungkus permen, tisyu, dan sebagainya di sembarang tempat.
Saya adalah seseorang yang dididik di dalam keluarga menjadi orang yang penuh aturan. Bukan hanya soal sikap dan menjaga kata-kata, melainkan juga agar peduli dengan lingkungan sekitar.
Banyak orang yang menyangka saya seorang yg ribet. Jika sedang berwisata dengan kawan-kawan saya atau sekedar jalan-jalan santai, tas tak pernah ketinggalan, saya selalu membawanya. Bukan hanya untuk menyimpan dompet dan HP saya, melainkan juga sebagai tempat pembuangan sampah (sementara) yang praktis. karena saya paling tidak tega meninggalkan bekas kehadiran saya yang dapat membuat linkungan menjadi jorok. Jika menemukan tempat sampah sih tidak masalah, tapi jika saya tidak menemukannya, masih ada tas saya yang setia menampungnya untuk sementara waktu.
Untung masih ada ibu-ibu tukang sapu jalanan yang bekerja sejak pagi buta sehingga Kota Balikpapan masih terjaga kebersihannya. Tapi sampai kapan kita mau hanya bergantung pada para penyapu jalan? Bagaimanapun ada daerah-daerah yang tidak dijangkau oleh mereka. Mau tunggu sampai banjir melanda kota? Atau tanah longsor memakan korban?
Kebersihan lingkungan sekitar tergantung dari kesadaran diri kita masing-masing. Sewaktu saya bekerja di sebuah perusahaan provider telekomunikasi di Kota Balikpapan, dimana pekerjaan saya yang sebagai CS merangkap sales membuat kami mendapat tugas secara bergantian berkeliling kota Balikpapan menggunakan mobil perusahaan unttuk berjualan. Karena capek berkeliling, rekan saya dan driver mampir ke pedagang kaki lima untuk membeli 'salome' (bakso tusuk bumbu kecap), hanya saya yang tidak membeli karena tidak terbiasa makan-makanan seperti itu. Setelah itu mobil kembali berkeliling. Sambil mencari target penjualan, driver dan rekan saya itu asyik menikmati 'salome'. Yang membuat saya terkaget-kaget adalah ketika 'salome' sudah habis, di tengah lajunya kendaraan, di tengah Kota yang tanpa sampah, sang driver dengan santainya menurunkan kaca mobil dan menjatuhkan plastik 'salome' yang masih berisi sisa kecap di tengah jalan. Sekilas saja (belum sempat dicegah) sudah bisa membuat Balikpapan tercemar. Tidak bisa tergantung pada orang lain, hanya kesadaran dari dalam diri masing-masing yang dapat menjaga lingkungan sekitar kita.
Ketika saya menceritakannya kepada orang tua saya, mami saya langsung tidak bisa tidur (beliau memang tipikal orang yang berprinsip) dan mengirimkan sms himbauan ke sebuah surat kabar Kalimantan Timur. Walau sudah saya cegah (maklum, saya yang baru bekerja di perusahaan tersebut selama 1 bulan, agak khawatir mendapat perlakuan tidak enak dari rekan-rekan saya), beliau tetap mengirimkannya tanpa menyebutkan dengan jelas nama perusahaannya (bagaimanapun kami masih menjaga etika menulis untuk publish). Keesokan harinya,si bos langsung mengadakan meeting mengenai sms yang dimuat di surat kabar harian pada hari itu, dan menghimbau agar anak buahnya bisa lebih menjaga sikap, tanpa mengetahui kalau yang dimaksud oleh SMS itu memang anak buahnya sendiri. Syukurlah, pikirku, ada hikmahnya juga. Tapi kembali lagi pada kesadaran diri sendiri karena beberapa hari kemudian, saat saya tugas berkeliling lagi, sang driver kembali membuang bungkus snack di pinggir jalan perkampungan.
Mengingat kejadian itu, saya sempat membayangkan seandainya di seluruh Kota Balikpapan dipasang CCTV seperti di Singapore dan memberikan denda pada mereka yang membuang sampah sembarangan. Kemudian ada 1 ruangan khusus bagi mereka yang perokok di setiap sudut jalanan atau mall-mall. Lebih mantap lagi, setiap beberapa meter ada central parking sehingga tidak ada yang parkir di pinggir jalan (wah, harus dicari lahannya dulu nih, namanya juga khayalan). Lalu ada jalur khusus sepeda seperti di China dan larangan keras kendaraan yang knalpotnya mengeluarkan asap untuk beroperasi (pasti setelahnya banyak yang memilih untuk menggunakan sepeda saja). Serta larangan keras truk masuk Kota. Yang melanggar dikenai denda oleh pemkot, lumayan kan untuk kas pembangunan. Bisa menciptakan masyarakat sadar lingkungan juga.
Seandainya saja khayalan saya bisa menjadi kenyataan. Tapi seandainya dapat terwujud, peraturannya harus ditegakkan ke semua pihak, agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dengan adaya peraturan tersebut. Satu-satunya yang boleh mengambil keuntungan hanyalah Kota Balikpapan itu sendiri. Demi kemajuan Kota Balikpapan. Jayalah Balikpapanku yang BerImAN!
Saya adalah seseorang yang dididik di dalam keluarga menjadi orang yang penuh aturan. Bukan hanya soal sikap dan menjaga kata-kata, melainkan juga agar peduli dengan lingkungan sekitar.
Banyak orang yang menyangka saya seorang yg ribet. Jika sedang berwisata dengan kawan-kawan saya atau sekedar jalan-jalan santai, tas tak pernah ketinggalan, saya selalu membawanya. Bukan hanya untuk menyimpan dompet dan HP saya, melainkan juga sebagai tempat pembuangan sampah (sementara) yang praktis. karena saya paling tidak tega meninggalkan bekas kehadiran saya yang dapat membuat linkungan menjadi jorok. Jika menemukan tempat sampah sih tidak masalah, tapi jika saya tidak menemukannya, masih ada tas saya yang setia menampungnya untuk sementara waktu.
Untung masih ada ibu-ibu tukang sapu jalanan yang bekerja sejak pagi buta sehingga Kota Balikpapan masih terjaga kebersihannya. Tapi sampai kapan kita mau hanya bergantung pada para penyapu jalan? Bagaimanapun ada daerah-daerah yang tidak dijangkau oleh mereka. Mau tunggu sampai banjir melanda kota? Atau tanah longsor memakan korban?
Kebersihan lingkungan sekitar tergantung dari kesadaran diri kita masing-masing. Sewaktu saya bekerja di sebuah perusahaan provider telekomunikasi di Kota Balikpapan, dimana pekerjaan saya yang sebagai CS merangkap sales membuat kami mendapat tugas secara bergantian berkeliling kota Balikpapan menggunakan mobil perusahaan unttuk berjualan. Karena capek berkeliling, rekan saya dan driver mampir ke pedagang kaki lima untuk membeli 'salome' (bakso tusuk bumbu kecap), hanya saya yang tidak membeli karena tidak terbiasa makan-makanan seperti itu. Setelah itu mobil kembali berkeliling. Sambil mencari target penjualan, driver dan rekan saya itu asyik menikmati 'salome'. Yang membuat saya terkaget-kaget adalah ketika 'salome' sudah habis, di tengah lajunya kendaraan, di tengah Kota yang tanpa sampah, sang driver dengan santainya menurunkan kaca mobil dan menjatuhkan plastik 'salome' yang masih berisi sisa kecap di tengah jalan. Sekilas saja (belum sempat dicegah) sudah bisa membuat Balikpapan tercemar. Tidak bisa tergantung pada orang lain, hanya kesadaran dari dalam diri masing-masing yang dapat menjaga lingkungan sekitar kita.
Ketika saya menceritakannya kepada orang tua saya, mami saya langsung tidak bisa tidur (beliau memang tipikal orang yang berprinsip) dan mengirimkan sms himbauan ke sebuah surat kabar Kalimantan Timur. Walau sudah saya cegah (maklum, saya yang baru bekerja di perusahaan tersebut selama 1 bulan, agak khawatir mendapat perlakuan tidak enak dari rekan-rekan saya), beliau tetap mengirimkannya tanpa menyebutkan dengan jelas nama perusahaannya (bagaimanapun kami masih menjaga etika menulis untuk publish). Keesokan harinya,si bos langsung mengadakan meeting mengenai sms yang dimuat di surat kabar harian pada hari itu, dan menghimbau agar anak buahnya bisa lebih menjaga sikap, tanpa mengetahui kalau yang dimaksud oleh SMS itu memang anak buahnya sendiri. Syukurlah, pikirku, ada hikmahnya juga. Tapi kembali lagi pada kesadaran diri sendiri karena beberapa hari kemudian, saat saya tugas berkeliling lagi, sang driver kembali membuang bungkus snack di pinggir jalan perkampungan.
Mengingat kejadian itu, saya sempat membayangkan seandainya di seluruh Kota Balikpapan dipasang CCTV seperti di Singapore dan memberikan denda pada mereka yang membuang sampah sembarangan. Kemudian ada 1 ruangan khusus bagi mereka yang perokok di setiap sudut jalanan atau mall-mall. Lebih mantap lagi, setiap beberapa meter ada central parking sehingga tidak ada yang parkir di pinggir jalan (wah, harus dicari lahannya dulu nih, namanya juga khayalan). Lalu ada jalur khusus sepeda seperti di China dan larangan keras kendaraan yang knalpotnya mengeluarkan asap untuk beroperasi (pasti setelahnya banyak yang memilih untuk menggunakan sepeda saja). Serta larangan keras truk masuk Kota. Yang melanggar dikenai denda oleh pemkot, lumayan kan untuk kas pembangunan. Bisa menciptakan masyarakat sadar lingkungan juga.
Seandainya saja khayalan saya bisa menjadi kenyataan. Tapi seandainya dapat terwujud, peraturannya harus ditegakkan ke semua pihak, agar tidak ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan dengan adaya peraturan tersebut. Satu-satunya yang boleh mengambil keuntungan hanyalah Kota Balikpapan itu sendiri. Demi kemajuan Kota Balikpapan. Jayalah Balikpapanku yang BerImAN!
wah cukup impresife blog anda, kalo aq nilai emang tepat ama study anda orentasinya sudah pas banget.. thanks yaa cantik smuanya.
ReplyDeletesaya juga setuju, sebagai anak asli Balikpapan, saya terharu membacanya :)
ReplyDelete